Senin, 19 November 2012

KROMATOGRAFI KOLOM (KIMIA ORGANIK)



                             KROMATOGRAFI KOLOM

I. TUJUAN
Mempelajari cara pemisahan suatu campuran dengan kromotografi kolom.
II. TEORI
Kromatografi kolom adalah suatu metode pemisahan yang di dasarkan pada pemisahan daya adsorbsi suatu adsorben  terhadap suatu senyawa, baik pengotornya maupun hasil isolasinya. Sebelumnya dilakukan percobaan tarhadap kromatografi lapis tipis sebagai pencari kondisi eluen. Misalnya apsolsi yang cocok dengan pelarut yang baik sehingga antara pengotor dan hasil isolasinya terpisah secara sempurna.
Alat yang diinginkan adalah kolom gelas yang diisi dengan zat padat aktif sepertialumino dan selika gel sebagai fase diam. Zat yang dimasukan lewat puncak kolom akan mengalir kedalam zat penyerap. Zat diserap dari larutan secara sempurna oleh zat penyerapan berupa pita sempit pada ujung kolom dengan kecepatan yang berbeda, sehingga terjadi pemisahan dalam kolom. Hasil pemisahan ini disebut kromatogram.
Umumnya pada kromatografi kolom digunakan campuran homogen seperti campuran gas dilakukan pada suatu penyerap (absorbent). Komponen penyusun campur akan diserap oleh adsoben adalah 1 : 50.
            Metode ini dapat memisahkan zat dari 100 mg sampai 5 mg bahkan lebih. Pemisahan campuran baik bila harga Rf = 0.6. Teknik kromatografi kolom paling sesuai untuk pemisahan hasil isolasi dari pengotornya.
Pemisahan dengan kromatografi kolom biasanya digunakan absorben yang paling umum : alumunium oksida (Al2O3) yang mempunyai daya absorsi atau kereaktifan yang diatur secara cepat sehingga penggunaan memberikan hasil yang baik. Seberapa jauh komponen itu dapat diserap absorben tergantun pada sifat fisika komponen tersebut.
Bila campuran cairan dilakukan dengan kolom yang berisikan absorben, komponen cairan lainya akan mengalir kebawah . Jadi semakin lemah kemungkinan cairan itu teradsopsi semakin cepat komponen itu mengalir ke bawah. Bila kecepatan gerak cairan itu lebih besar dari pada kecepatran absorbsi oleh absorben.
Prinsip kerja kromatografi kolom adalah dengan adanya perbedaan daya serap dari masing-masing komponen, campuran yang akan diuji, dilarutkan dalam sedikit pelarut lalu di masukan lewat puncak kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat menyerap. Senyawa yang lebih polar akan terserap lebih kuat sehingga turun lebih lambat dari senyawa non polar  terserap lebih lemah dan turun lebih cepat. Zat yang di serap dari larutan secara sempurna oleh bahan penyerap berupa pita sempit pada kolom. Pelarut lebih lanjut / dengan tanpa tekanan udara masin-masing zat akan bergerak turun dengan kecepatan khusus sehingga terjadi pemisahan dalam kolom.
Kromatografi kolom dilihat dari jenis fasa diam dan fasa geraknya dapat dibedakan :
·         Kromatografi Fase Normal
Kromatografi dengan kolom konvensional dimana fase diamnya “normal” bersifat polar, misalnya silica gel, sedangkan fase geraknya bersifat non polar.
·         Kromatografi Fase Terbalik
Kromatografi dengan kolom yang fase diamnya bersifat non polar, sedangkan fase geraknya bersifat polar; kebalikan dari fase normal.
Cara pengisian kolom terbagi dua , yaitu :
1.  Cara basah
-          Isi dasar kolom dengan kapas
-          Masukkan eluen
-          Campurkan dengan rata sebagai adsorben dan eluen menjadi homogen
-          Jangan tersentuh atau diguncangkan ± 6 jam
-          Setelah stabil

Sabtu, 17 November 2012

SOKLETASI (KIMIA ORGANIK)



SOKLETASI
I. TUJUAN
Untuk mengekstraksi senyawa-senyawa / komponen-komponen yang terdapat dalam sampel padat.
II. TEORI
Sokletasi adalah suatu metode atau proses pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan berulang-ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga semua komponen yang diinginkan akan terisolasi. Adapun prinsip sokletasi ini adalah penyaringan yang berulang-ulang sehingga hasil yang didapat sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersari. Metode sokletasi menggunakan suatu pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan senyawa organik yang terdapat pada bahan tersebut.
Pengambilan suatu senyawa organik dari suatu bahan alam padat disebut ekstraksi. Jika senyawa organik yang terdapat dalam bahan padat tersebut dalam jumlah kecil, maka teknik isolasi yang digunakan tidak dapat secara maserasi, melainkan dengan teknik lain dimana pelarut yang digunakan harus selalu dalam keadaan panas sehingga diharapkan dapat mengisolasi senyawa organik itu lebih efesien. Isolasi semacam itu disebut sokletasi.
Metoda sokletasi merupakan penggabungan antara metoda maserasi dan perkolasi. Jika pada metoda pemisahan minyak astiri (distilasi uap), tidak dapat digunakan dengan baik karena persentase senyawa yang akan digunakan atau yang akan diisolasi cukup kecil atau tidak didapatkan pelarut yang diinginkan untuk maserasi ataupun perkolasi ini, maka cara yang terbaik yang didapatkan untuk pemisahan ini adalah sokletasi.

Ekstraksi komponen senyawa kimia yang terdapat dalam tumbuhan dapat dilakukan dengan cara :
1. Maserasi
Maserasi merupakan proses penyarian senyawa kimia secara sederhana dengan cara merendam simplisia atau tumbuhan pada suhu kamar dengan menggunakan pelarut yang sesuai sehingga bahan menjadi lunak dan larut. Penyarian zat-zat berkhasiat dari simplisia, baik simplisia dengan zat yang tidak tahan pemanasan. Sampel biasanya direndam selama 3-5 hari, sambil diaduk sesekali untuk mempercepat proses pelarutan komponen kimia yang terdapat dalam sampel. Maserasi dilakukan dalam botol yang berwarna gelap dan ditempatkan pada tempat yang terlindung cahaya. Ekstraksi dilakukan berulang-ulang kali sehingga sampel terekstraksi secara sempurna yang ditandai dengan pelarut pada sampel berwarna bening. Sampel yang direndam dengan pelarut tadi disaring dengan kertas saring untuk mendapat maseratnya. Maseratnya dibebaskan dari pelarut dengan menguapkan secara dengan rotary evaporator.
Kelebihan cara maserasi :
1.      Alat dan cara yang digunakan sederhana
2.      Dapat digunakan untuk zat yang tahan dan tidak tahan pemanasan.
Kelemahan cara maserasi ; banyak pelarut yang terpakai
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan jalan melewatkan pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu perkolator. Perkolasi bertujuan supaya zat berkhasiat tertarik seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk zat berkhasiat yang tahan ataupun tidak tahan pemanasan.
3. Digestasi
Digestasi adalah proses penyarian yang sama seperti maserasi dengan menggunakan pemanasan pada suhu 30žC – 40žC. Cara ini dilakukan untuk simplisia yang pada suhu biasa tidak tersari dengan baik. Jika pelarut yang dipakai mudah menguap pada suhu kamar dapat digunakan alat pendingin tegak, sehingga penguapan dapat dicegah.
4. Infusa
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati dengan air pada suhu 90žC selama 15 menit, kecuali dinyatakan lain, dilakukan dengan cara sebagai berikut : simplisia dengan derajat kehalusan tertentu dimasukkan kedalam panci dan ditambahkan air secukupnya, panaskan diatas penangas air selama 15 menit, dihitung mulai suhu mencapai 90žC sambil sesekali diaduk, serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas sehingga diperoleh volume infus yang dikehendaki.
5. Dekokta
Dekokta adalah suatu proses penyarian yang hampir sama dengan infus, perbedaannya pada dekokta digunakan pemanasan selama 30 menit dihitung mulai suhu mencapai 90žC. Cara ini dapat dilakukan untuk simplisia yang mengandung bahan aktif yang tahan terhadap pemanasan.
6. Sokletasi
Sokletasi merupakan suatu cara pengekstraksian tumbuhan dengan memakai alat soklet. Pada cara ini pelarut dan simplisia ditempatkan secara terpisah. Sokletasi digunakan untuk simplisia dengan khasiat yang relatif stabil dan tahan terhadap pemanasan. Prinsip sokletasi adalah penyarian secara terus menerus sehingga penyarian lebih sempurna dengan memakai pelarut yang relatif sedikit. Jika penyarian telah selesai maka pelarutnya diuapkan dan sisanya adalah zat yang tersari. Biasanya pelarut yang digunakan adalah pelarut yang mudah menguap atau mempunyai titik didih yang rendah.
Sokletasi digunakan pada pelarut organik tertentu. Dengan cara pemanasan, sehingga uap yang timbul setelah dingin secara kontiniu akan membasahi sampel, secara teratur pelarut tersebut dimasukkan kembali kedalam labu dengan membawa senyawa kimia yang akan diisolasi tersebut. Pelarut yang telah membawa senyawa kimia pada labu distilasi yang diuapkan sehingga pelarut tersebut dapat diangkat lagi bila suatu campuran organik berbentuk cair atau padat ditemui pada suatu zat padat, maka dapat diekstrak dengan menggunakan pelarut yang diinginkan.

Syarat-syarat pelarut yang digunakan dalam proses sokletasi :
1.      Pelarut yang mudah menguap, contoh : heksan, eter, petroleum eter, metil klorida dan alkohol
2.      Titik didih pelarut rendah.
3.      Pelarut tidak melarutkan senyawa yang diinginkan.
4.      Pelarut terbaik untuk bahan yang akan diekstraksi.
5.      Pelarut tersebut akan terpisah dengan cepat setelah pengocokan.
6.      Sifat sesuai dengan senyawa yang akan diisolasi, pelarut itu bergantung padat tingkatannya, polar atau non polar. Zat yang polar larut dalam pelarut polar dan zat non polar larut dalam pelarut nonpolar
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan secara berurutan pelarut – pelarut organikdengan kepolaran yang semakin menigkat. Dimulai dengan pelarut heksana, eter, petroleum eter, atau kloroform untuk memisahkan senyawa – senyawa terpenoid dan lipid – lipid, kemudian dilanjutkan dengan organik dan etil asetat untuk memisahkan senyawa – senyawa yang lebih polar. Walaupun demikian, cara ini seringkali tidak menghasilkan pemisahan yang sempurna dari senyawa – senyawa yang diekstraksi.
Cara menghentikan sokletasi adalah dengan menghentikan pemanasan yang sedang berlangsung. Sebagai catatan, sampel yang digunakan dalam sokletasi harus dihindarkan dari sinar matahari langsung. Jika sampai terkena sinar matahari, senyawa dalam sampel akan berfotosintesis hingga terjadi penguraian atau dekomposisi. Hal ini akan menimbulkan senyawa baru yang disebut senyawa artefak, hingga dikatakan sampel tidak alami lagi. Alat sokletasi tidak boleh lebih rendah dari pipa kapiler, karena ada kemungkinan saluran pipa dasar akan tersumbat. Juga tidak boleh terlalu tinggi dari pipa kapiler karena sampel tidak terendam seluruhnya.
Dibanding dengan cara terdahulu ( distilasi ), maka metoda sokletasi ini lebih efisien, karena:
1.      Pelarut organik dapat menarik senyawa organik dalam bahan alam secara berulang kali.
2.      Waktu yang digunakan lebih efisien.
3.      Pelarut lebih sedikit dibandingkan dengan metoda maserasi atau perkolasi. Sokletasi dihentikan apabila :
1. Pelarut yang digunakan tidak berwarna lagi.
2. Sampel yang diletakkan diatas kaca arloji tidak menimbulkan bercak lagi.
3. Hasil sokletasi di uji dengan pelarut tidak mengalami perubahan yang spesifik.
Keunggulan sokletasi :
1.      Sampel diekstraksi dengan sempurna karena dilakukan berulang ulang.
2.      Jumlah pelarut yang digunakan sedikit.
3.      Proses sokletasi berlangsung cepat.
4.      Jumlah sampel yang diperlukan sedikit.
5.      Pelarut organik dapat mengambil senyawa organik berulang kali.
Kelemahan sokletasi :
1.      Tidak baik dipakai untuk mengekstraksi bahan bahan tumbuhan yang mudah rusak atau senyawa senyawa yang tidak tahan panas karena akan terjadi penguraian.
2.      Harus dilakukan identifikasi setelah penyarian, dengan menggunakan pereaksi meyer, Na, wagner, dan reagen reagen lainnya.
3.      Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah menguap.

III. PROSEDUR PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
A.     Alat
1.      Alat soklet berfungsi untuk mengekstraksi senyawa-senyawa yang berada dalam sampel padat.
2.      Pemanas berfungsi untuk memanaskan sampel yang berada pada labu didih
3.      Standar dan klem berfungsi untuk pemegang soklet.
4.      Kertas saring berfungsi untuk membungkus sampel saat melakukan proses sokletasi agar sampel tidak keluar dan menyumbat pipa kapiler.
B.     Bahan
1.      Pelarut n-heksana atau methanol digunakan untuk mengekstak senyawa-senyawa atau komponen-komponen  yang terdapat dalam sampel padat.
2.      Hylocereus undatus (buah naga) merupakan sampel yang akan di ekstrak senyawanya.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada pratikum yang telah dilakukan, digunakan Hylocereus undatus (buah naga) sebagai sampel untuk pengambilan senyawa-senyawa atau komponen-komponen metabolit sekunder. Pengambilan senyawa-senyawa atau komponen-komponen ini menggunakan metoda sokletasi, dimana proses sokletasi memiliki prinsip kerja yakni penyaringan yang dilakukan berulang-ulang sehingga sampel terekstaksi secara sempurna. Metoda sokletasi merupakan penggabungan antara metoda ekstaksi maserasi dengan perkolasi.
            Ini dikarenakan pada tahap awal, sampel direndam oleh pelarut yang memiliki titik didih rendah dan sesuai dengan sifat sampelnya, hal ini lah yang dilakukan pada metoda maserasi. Setelah pelarut penuh pada bagian dalam soklet, pelarut akan turun ke labu didih yang telah disiapkan untuk proses pemanasan melalui pipa kapiler. Labu dipanaskan dan pelarut akan menguap pada suhu mencapai titik didih sehingga pelarut melewati kondensor. Uap kemudian akan berubah wujud menjadi cair akibat adanya pendinginan yang dilakukan kondensor sehingga pelarut akan turun dan mengenai sampel kembali.
            Hal ini lah yang disebut dengan  metoda perkolasi. Pelarut yang digunakan pada percobaan ini adalah methanol. Dimana methanol memiliki titik didih 64,5žC. Digunakan methanol karena untuk mengekstrak senyawa-senyawa metabolit sekunder yang bersifat polar seperti alkaloid, flafonoid dan kumarin. Didalam buah naga, terdapat senyawa-senyawa atau komponen-komponen metabolit sekunder seperti saponin, triterpenoid dan alkaloid.
Pada proses ini, sampel dipotong kecil-kecil dan dibungkus dengan menggunakan kertas saring dalam bentuk silinder dan digantung dengan benang, hal ini berguna agar sampel tidak menyumbat pipa kapiler yang berada pada alat soklet. Pelarut yang digunakan sebanyak 1 ½ kali volume ekstraktor. Hal ini berguna agar pada saat pelarut diuapkan, labu tidak kosong sehingga pengekstraksiaan berjalan sempurna. Proses sokletasi di hentikan bila warna pelarut pada soklet menjadi bening. Namun, pada percobaan kali ini pelarut tidak sampai bening karena membutuhkan waktu yang lama. Hasil sokletasi yang terdapat dalam labu kemudian dipanaskan kembali, ini berguna untuk memekatkan atau mengeluarkan pelarutnya agar konsentrasi ekstrak lebih pekat. Ini mempermudah saat pengkoloman. Kemudian hasil soklet dimasukkan ke dalam botol katriol yang ditutup dengan Aluminium Foil yang sudah dilubangi. Hal ini berguna untuk menguapkan pelarut kembali.
           

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan dapat disimpulkan bahwa, sokletasi merupakan suatu metode pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat dengan cara penyaringan yang berulang-ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, dimana cara sokletasi merupakan penggabungan antara metoda maserasi dan perkolasi. Pelarut yang digunakan memiliki ciri-ciri tersendiri yakni diantaranya memiliki titik didih yang rendah sehingga mudah menguap dan memiliki sifat yang sama dengan senyawa yang akan diisolasi (polar atau non-polar).
Pada pratikum sokletasi, digunakan Hylocereus undatus (buah naga) sebagai sampelnya. Dalam sampel ini, terdapat senyawa-senyawa atau komponen-komponen metabolit sekunder seperti saponin, triterpenoid dan alkaloid. Pada proses sokletasi, warna pelarut yang awalnya bening berubah menjadi pink kebeningan. Hal ini berarti senyawa-senyawa yang terdapat dalam sampel sudah terekstrak. Namun, proses sokletasi diihentikan apabila pelarut yang digunakan berubah warna menjadi bening.
5.2 Saran
1.   Setelah proses sokletasi selesai dilakukan, jangan lupa untuk memanaskan hasil soklet untuk menguapkan pelarutnya
2.   Sampel yang dibungkus oleh selongsong hendaknya terendam oleh pelarut


TUGAS SEBELUM PRATIKUM
1.      Bagaimana cara menghentikan proses sokletasi?
a.       Pelarut yang digunakan tidak berwarna lagi
b.      Sampel yang diletakkan di atas kaca arloji tidak menimbulkan bercak lagi
c.       Hasil sokletasi di uji dengan pelarut tidak mengalami perubahan yang spesifik
2.      Jelaskan golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam tumbuhan!
a.       Alkaloid : kelompok senyawa yang mengandung nitrogen dalam bentuk gugus fungsi amin
b.      Flavonoid : kelompok fenil propanoid dengan kerangka karbon C6-C3-C6
c.       Triterpenoid : kelompok senyawa turunan asam mevalonat
d.      Fenolik : kelompok senyawa aromatik dengan gugus fungsi hidroksil
e.       Saponin : kelompok senyawa dalam bentuk gikosida
f.        Kumarin : kelompok fenil propanoid dengan senyawa benzene
3.      Sebutkan kelebihan dan kelemahan sokletasi!
Keunggulan sokletasi :
a.       Sampel diekstraksi dengan sempurna karena dilakukan berulang ulang.
b.      Jumlah pelarut yang digunakan sedikit.
c.       Proses sokletasi berlangsung cepat.
d.      Jumlah sampel yang diperlukan sedikit.
e.       Pelarut organik dapat mengambil senyawa organik berulang kali.
Kelemahan sokletasi :
a.       Tidak baik dipakai untuk mengekstraksi bahan bahan tumbuhan yang mudah rusak atau senyawa senyawa yang tidak tahan panas karena akan terjadi penguraian.
b.      Harus dilakukan identifikasi setelah penyarian, dengan menggunakan pereaksi meyer, Na, wagner, dan reagen reagen lainnya.
c.       Pelarut yang digunakan mempunyai titik didih rendah, sehingga mudah menguap.
DAFTAR PUSTAKA
Chasles, Wilcox. 1995. Prinsip Dasar Belajar Kimia. Padang: Unand
Davia. 1995. Organik Laporatury Techniques. Second edition, USA.
Fesenden. 1998. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.

IDENTIFIKASI METABOLIT SEKUNDER (KIMIA ORGANIK)


IDENTIFIKASI METABOLIT SEKUNDER
I.  TUJUAN
a.    Memahami prinsip kerja identifikasi metabolit sekunder.
b.   Untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder dalam senyawa bahan sampel alam.
II. TEORI
Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan bioaktifitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya. Secara umum kandungan metabolit sekunder dalam bahan alam hayati dikelompokkan berdasarkan sifat dan reaksi khas suatu metabolit sekunder dengan pereaksi tertentu.
Atas dasar ini, kandungan metabolit sekunder dapat dikelompokkan sebagai berikut
1.      Alkaloid
Merupakan suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloida berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai jenis tumbuhan. Semua alkaloida mengandung paling sedikit satu atom nitrogen yang biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besar atom nitrogen ini bagian dari cincin heterosiklik. Hampir semua alkaloid yang ditemukan dialam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit batang.
Sifat fisika dan kimia alkaloid :
a.       Berupa kristal, amorf, dan ada yang cair (nikotina dan sparteina)
b.      Tidak berwarna
c.       Jika bersifat basa, larut dalam pelarut organik
d.      Garam alkaloida larut dalam air, tidak larut dalam pelarut organic
Alkaloid biasanya diklasifikasikan menurut sifat seperti :
a.       Alkaloida (alkaloid sejati)
Alkaloida mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik, berasal dari asam amina.biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai asam organik.
b.      Proto alkaloida
Proto alkaloida berasal dari asam amino, tetapi nitrogennya tidak terletak pada cincin heterosiklik.
c.       Asenda alkaloida
Asenda alkaloida tidak difotosintesis dari asam amino, 2 macam asenda    alkaloida yang terpenting adalah alkaloida steroida, misalnya konssina dan alkaloid purina, misalnya koffeina.
2.      Triterpenoid / Steroid
Triterpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosinesis dirumuskan dari hidrokarbon yang kebanyakan berupa alkohol, aldehid, dan asam karbohidrat. Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat optis aktif.
Steroid adalah golongan senyawa triterpenoid yang mengandung inti siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin sikloheksana dan sebuah cincin siklopentana.
3.    Flavonoid
Merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Selain itu, merupakan senyawa fenil propanoid dengan kerangka karbon C6-C3-C6. Artinya kerangka karbonnya terdiri dari dua gugus C6 disambung dengan rantai alifatik tiga karbon.
Sebagian besar senyawa flavonoid ditemukan di alam dalam bentuk glikosida, dimana unit flavonoid terikat pada suatu gula.
4.    Fenolik
Merupakan kelompok senyawa aromatik dengan gugus fungsi hidroksil. Sisi dan jumlah grup hidroksil pada grup fenol diduga memiliki hubungan dengan toksisitas relatif mereka terhadap mikroorganisme dengan bukti bahwa hidroksitasi yang meningkat menyebabkan toksisitas yang meningkat.
5.    Saponin
Merupakan kelompok senyawa dalam bentuk glikosida terpenoid / steroid. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan.
Dikenal dua jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter.
Saponin triterpenoid dapat mempunyai asam oleanolat sebagai aglikonnya dan asam ini ditemukan juga bebas, meskipun demikian dalam beberapa kasus, aglikonnya hanya dikenal sebagai sapogenin.
6.    Kumarin
Merupakan kelompok senyawa fenol yang umumnya berasal dari tumbuhan tinggi dan jarang ditemukan pada mikroorganisme, kumarin ini mempunyai kerangka C6-C3.
Senyawa kumarin dibagi empat kelompok :
·         Kumarin sederhana dan turunannya yang berupa hasil hidroksidasi alkoksida, glikosida. Contohnya : suberosin.
·         Furano kumarin jenis linear dan anguler, dimana terdapat subtitusi pada posisi benzoid. Contohnya : angelicin.
·         Pyranokumarin analog dengan furano kumarin tapi memiliki cincin enzim pada subtituennya. Contohnya : xantyletin.
·         Kumarin yang tersubtitusi pada cincin purin. Seperti 4-hidroksi kumarin.
7.    Zat warna kuinon
Merupakan suatu heterosikel cincin terpadu yang strukturnya berubah dengan naftalena, tetapi dengan nitrogen pada posisi isokaindina adalah isomer 2-nya.
8.    Karotenoid
Senyawa turunan dari isoprena yang berantai panjang. Karotenoid adalah golongan senyawa kimia organik bernutrisi yang terdapat pada pigmen alami tumbuhan dan hewan. Berdasarkan struktur kimianya, karotenoid masuk kedalam golongan ttiterpenoid. Karotenoid merupakan zat yang menyebabkan warna merah, kuning, orange, dan hijau pada buah dan sayuran. Peran penting karotenoid adalah sebagai agen antioksidan dan dalam sistem fotosintesis. Selain itu karotenoid juga dapat diubah menjadi vitamin esensial.

III. PROSEDUR PERCOBAAN
3.1    Alat dan Bahan
A.     Alat
1.      Test tube                     : Tempat mereaksikan zat
2.      Pipet tetes                    : Untuk mengambil zat
3.      Plat tetes                      : Untuk mereaksikan zat
4.      Lampu spritus              : Untuk memanaskan
5.      Lumpang                      : Untuk menggerus sampel
6.      Lampu UV                   : Untuk melihat noda pada plat KLT
7.      Plat KLT                     : Untuk uji kumarin
B.     Bahan
1.      Sampel bahan alam      : Sebagai objek percobaan
2.      CHCl3                          : Untuk identifikasi triterpenoid
3.      Reagen Dragenorf        : Untuk uji warna golongan alkaloid
4.      CH3OH (metanol)       : Sebagai pelarut
5.      FeCl3                            : Untuk identifikasi fenolik
6.      Anhidrida asetat          : Untuk identifikasi triterpenoid
7.      Reagen meyer              : Untuk identifikasi alkaloid
8.      HCl pekat                    : Untuk identifikasi flavonoid dan saponin
9.      Serbuk Mg                   : Untuk identifikasi flavonoid
10.  H2SO4 2 N                   : Untuk sampel alkaloid
11.  H2SO4 pekat                : Untuk identifikasi triterpenoid
12.  Kloroform                    : Untuk identifikasi triterpenoid

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Sampel : daun segar berwarna hijau muda yaitu daun sukun
Identifikasi :
-           Flavonoid
Ekstrak sampel + HCl pekat : warna kuning lemon                                                                  + serbuk Mg : timbul gas, warna jadi orange terang
            Positif flavonoid
-           Fenolik
Sampel uji + FeCl3 : warna coklat (tak ada perubahan warna)
Tidak ada indikasi adanya fenolik
-           Saponin
            Sampel uji dikocok : tidak terjadi saponifikasi
            Tidak ada indikasi adanya saponin
-           Triterpenoid/steroid
            Sampel : hijau pekat
            Sampel + H2SO4 pekat : hijau terang
            Positif steroid
            Sampel H2SO4 pekat + anhidrida asam asetat : hijau berupa gumpalan
            kecil.
            Positif triterpenoid
-           Alkaloid
            Sampel uji + reagen meyer : tak dijumpai endapan (negatif)
-           Kumarin
            Hasil ekstrak yang ditotolkan pada plat KLT , pada pengujian dengan  
UV terdapat garis warna merah.
Positif ada kumarin
Tabel
NO.
Metabolit Sekunder
Hasil
1.
Flavonoid
+
2.
Fenolik
-
3.
Saponin
-
4.
Triterpenoid
+
5.
Steroid
+
6.
Alkaloid
_
7
Kumarin
+


4.2 Pembahasan
Uji identifikasi yang telah dilakukan diuji terhadap sampel segar daun sukun. Untuk dapat menguji adanya kandungan metabolit sekundernya, perlu pertama-tama untuk mengisolasi/ mengekstrak kandungan metabolit tersebut. Pada pengerjaannya dilakukan dengan menggunakan metanol, dimana metanol ini dapat melarutkan secara umum kandungan metabolit sekunder dengan berbagai kepolarannya.
Pada preparasinya ekstrak tersebut difraksinasi lagi ke kelompok polar dengan pelarut air dan kelompok non polar  untuk metabolit yang terlarut pada fraksi kloroform. Setelah itu baru dilakukan uji identifikasi dari masing-masing fraksi. Pada fraksi air dapat diuji identifikasi metabolit sekunder yang bersifat polar yaitu flavonoid, fenolik dan saponin. Sementara pada fraksi kloroform dapat diuji identifikasi untuk triterpenoid dan steroid.
Identifikasi dilakukan dengan pereaksi identifikasi yang dapat bereaksi spesifik untuk masing-masing kelompok metabolit sekunder dan dengan reaksi yang dapat diamati dengan jelas. Untuk uji identifikasi kumarin dilakukan dengan KLT. Pada proses uji ini komponen-komponen yang ada pada ekstrak metanol dari sampel dipisahkan secara kromatografi, termasuk kumarin (jika ada sampel memang mengandung kumarin).
Jika sampel uji mengandung kumarin, kumarin akan terpisah dari komponen lainnya secara kromatografi berupa bercak noda. Keberadaan kumarin akan dapat diamati bila pada plat KLT, dimana plat dengan penambahan NaOH dan deteksi menggunakan UV. Kumarin yang bereaksi dengan NaOH akan terlepas gugus laktonnya dan dengan berikatan dengan logam Na, sehingga terbentuk senyawa yang akan berfluorosensi merah-orange bila diamati dengan lampu UV yang penampakan noda ini spesifik untuk keberadaan kumarin pada sampel uji.
Untuk uji kumarin ini belum diketahui pereaksi kimia untuk uji identifikasinya. Namun dapat diuji dengan pengamatan fluorosensinya dengan lampu UV 365 nm. Atau dapat juga diuji dengan KLT dengan adanya standar murni kumarin. Jika sampel dan kumarin standar dielusi pada plat KLT yang sama maka noda dari sampel dengan harga Rf yang sama dengan standar kumarin akan memberikan identifikasinya. Namun untuk cara ini dibutuhkan standar murni dari kumarin tersebut.


V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pada percobaan metabolit sekunder, dapat disimpulkan bahwa pada sampel daun sukun terdapat senyawa metabolit sekunder sebagai berikut :
a.       Flavonoid
b.      Triterpenoid dan steroid
c.       Kumarin
Pada sampel tidak terdapat senyawa metabolit sekunder fenolik, alkaloid dan saponin.
5.1               Saran
Untuk hasil selanjutnya didapatkan maksimum, disarankan kepada pratikan selanjutnya agar :
a.       Dalam penggerusan sampel benar-benar harus halus agar didapat hasil yang   diinginkan.
b.      Pratikan harus teliti dalam melihat perubahan warna yang terjadi.
c.       Berhati-hati saat meneteskan kloroform dan zat-zat berbahaya lainnya.

Tugas Sebelum Pratikum
1.      Apa yang dimaksud dengan senyawa metabolit sekunder beserta contoh dan gambarkan strukturnya !
 Jawab : Senyawa metabolit sekunder adalah zat-zat atau senyawa yang  dihasilkan dari tumbuhan atau makhluk hidup dimana fungsinya belum dapat diketahui secara pasti.
 Contoh senyawa metabolit sekunder :
a.       Alkaloid :
b.      Triterpenoid
c.       Steroid
2.      Apa perbedaan metabolit sekunder dan metabolit primer ?
Jawab :
Metabolit primer adalah senyawa hasil metabolisme yang harus ada pada makhluk hidup.
Metabolit sekunder adalah senyawa hasil metabolisme yang tidak selalu ada pada makhluk hidup, biasanya dihasilkan pada tumbuhan.

3.      Tuliskan pengamatan identifikasi metabolit sekunder secara teori !
Pengamatan identifikasi metabolit sekunder :
a.       Flavonoid      : orange
b.      Fenolik          : biru
c.       Saponin         : dikocok busa tidak hilang + HCl pekat
d.      Triterpenoid  : merah
e.       Steroid           : hijau
f.        Kumarin        : berfluorosensi
g.       Alkaloid         : ditambah pereaksi meyer  timbul kabut


DAFTAR PUSTAKA
Djamal,Rusdi . 1990. Kimia Bahan Alam. Universitas Andalas : Padang.
http ://www.chem-is-try.org.metabolit-sekunder.
http ://elfiraworotitjan.wordpress.com